Laman

Kamis, 19 April 2012

Nyamuk Angan-Angan

Pastinya, bukan sekali kita berangan-angan indah. Misal ingin meng-hajikan orang tua, mengajak istri dan anak umroh bersama atau mungkin juga menyantuni anak yatim, bersedekah pada kaum fakir, mewakafkan tanah untuk kepentingan umum dan lain sebagainya. Ber-angan itu memang gratis melakukannya cukup mudah. Andai dituliskan, mungkin jumlah angan kita mencapai ratusan buah mulai dari sederhana sampai dengan yang spektakuler. Yang jelas, sebagai manusia normal kita pasti punya angan.
Namun ternyata bukan perkara mudah mewujudkan semua angan. Karena alasan keadaan, sering hanya janji yang terucap dalam mulut dan hati. Janji yang berhubungan dengan prasyarat materi, misal jika diterima kerja dengan gaji puluhan juta, jika usaha yang dibuka mendapatkan untung berlipat, atau jika memperoleh undian berhadiah, mendapat warisan dan lain sebagainya. Bisa juga janji yang terikat waktu seperti jika sudah menikah, jika sudah berumur 40 tahun, jika anak sudah lulus sekolahnya dan lain sebagainya.

Pertanyaannya, apakah angan tinggal angan jika prasyarat demi prasyarat tersebut tidak terpenuhi?. Bisa aja kita ngeyel mewujudkannya meski kondisi hidup tak seperti yang diharapkan. Bisa pula kita berubah pikiran dengan merubah dan mengganti ke dalam bentuk yang lain. Sebaliknya bisa pula kita mengambil jalan ekstrim dengan membuang/membatalkan angan-angan tersebut. Semu itu pilihan dan setiap pilihan mempunyai keuntungan dan kerugian.

Saya mengatakan, bahwa memiliki angan ibarat beternak nyamuk. Banyak hikmah yang bisa kita ambil darinya. Sebagai hewan bersayap, nyamuk banyak mengajari kita tentang cara menerbangkan sayap sekuat mungkin sehingga kita menjadi pribadi yang dinamis, bukan statis apalagi lembek. Namun sebaliknya, dalam kondisi lapar nyamuk akan menjadi hewan yang menakutkan karena yang dihisap adalah darah, termasuk yang ada dalam tubuh kita. Maka, satu-satunya jalan adalah dengan mengenali obat pengendali nyamuk supaya kita tidak digigit olehnya.

Demikian pula ketika kita beternak angan. Di satu sisi memang akan mendorong mental kita supaya lebih berenergi dalam meraih prestasi hidup. Benar bahwa semua manusia ingin memiliki hidup yang serba ada, serba bisa, serba bahagia dan oleh karena itu membutuhkan angan yang menuju kesana. Sebab, bagaimanapun setiap angan yang tercapai sudah pasti akan memberikan efek bahagia (meskipun sifatnya sementara sebagaimana sifat dunia). Sebaliknya, ia akan memberi efek sedih, kecewa dan perasaan tidak bahagian lainnya apabila tidak tercapai.

Maka, mempunyai angan harus dalam ukuran yang wajar dan proporsional. Sebab tubuh kita tidaklah memiliki ukuran yang sama persis dengan orang lain, entah itu berat badan, tinggi, jenis rambut, jenis kulit, suku dan lain sebagainya. Termasuk pula level ketrampilan, pengetahuan dan keadaan lingkungan lain sebagainya. Maka “menyederhanakan” angan menjadi penting supaya kita tidak menjadi pribadi yang berlebih-lebihan.

Sungguh, tidaklah tepat jika kita sering (apalagi suka) membanding-bandingkan diri dengan orang lain, terutama dalam urusan dunia. Misal ketika teman yang sudah mempunyai rumah, mobil, toko, sawah dan lain sebagainya sementara kita belum memiliki barang yang demikian Saya yakin hati akan mudah kecewa karena kita merasa kalah saing atau istilahnya populernya “kalah nasib”.

Coba kita perhatikan acara TV Indonesia Idol. Puluhan ribu anak muda di negeri ini mempunyai angan yang serupa, yaitu menjadi salah satu nominator sebelum akhirnya menjuarainya. Maka lihatlah tayangan ketika mereka digugurkan oleh Juri dengan segala kritik pedas, tampak raut muka sedih, nada kecewa bahkan kata cacian umpatan keluar dari mulut mereka. Percayalah bahwa semua itu karena terlalu kuatnya angan yang mereka semai.

Akuilah bahwa selama ini angan kita lebih didominasi oleh urusan dunia berikut gemerlapnya. Kita ingin begini, ingin begitu jika ditelisik tak lepas dari keinginan nafsu syahwat. Entah itu terkait perut atau sedikit dibawah perut. Tak sadar, akhirnya kita sering menjadi korban pemenuhan angan-angan duniawi.   

Disinilah untuk urusan dunia, Rasulullah melarang kita berpanjang angan (tulul amal) supaya kita menjadi pribadi yang proporsional, tidak ngoyo, ngeyel apalagi mekso. Sebab yang terpenting kita diajarkan menjadi pribadi yang setelah beriman dan berilmu, adalah beramal, beramal dan beramal. Kemuliaan seorang manusia bukan dari angannya, tapi dari amalnya yang terus menerus meskipun sedikit. Allah juga menegaskan bahwa kehidupan ini dicipta untuk menguji siapa terbaik amalnya.  

Hidup ini memang harus memilih dan tentunya pilihan yang sesuai angan. Seperti hal nya ketika orang ditanya, apakah ia ingin hidup miskin, hidup yang serba susah dan menderita? pasti jawabannya adalah TIDAK karena semua orang ingin hidup kebalikannya. Tetapi PROPORSIONALKAN angan, terutama untuk tujuan dunia. Sebab yang harus lebih diperhatikan adalah beramal untuk kehidupan akhirat. Cukuplah Doa sebagai angan kita, karena doa lebih mulia dengan segala konsekuensinya, yaitu berusaha dan berserah pada Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar