Laman

Rabu, 04 April 2012

Meluruskan Letak Harapan

Apa yang mendorong kita pergi ke sebuah warung untuk membeli makan?. Apa yang menyemangati kita rela terjebak macet ketika berangkat kerja? Atau apa yang membuat kita bersikukuh duduk di tepian kolam ketika sedang memancing ?. Apa yang memaksa kita kuliah bertahun-tahun lamanya di sebuah perguruan tinggi?. Tidak lain adalah karena adanya energi bernama harapan. Harapan, adalah sebuah kata yang akan selalu mewarani kehidupan kita. 

Sebagaimana yang kita tahu, seluruh syaraf motorik tubuh kita digerakkan oleh otak sebagai pusat syarat. Dari sanalah mata, kaki, telinga dan organ tubuh lainnya mengikuti instruksi yang diinginkan. Instruksi tersebut merupakan manifestasi harapan yang umuncul dari alam sadar maupun alam bawah sadar. Dalam hati kita tersimpan ego. Oleh karenanya harapan selalu ingin diwujudkan. Ketika terjadi ketidaksesuaian, biasanya akan muncul rasa kecewa. Sebaliknya, ketika terpenuhi maka akan muncul kepuasan, kebahagiaan, maupun rasa kenikmatan lain sehingga kitapun ingin mengulangnya lagi, lagi dan lagi. 

Dalam kenyataannya memang demikian. Kita lebih siap, lebih setuju, atau lebih happy tatkala harapan kita terwujud. Tidak hanya dalam beberapa hal, kalau bisa seluruh hal yang ada di alam dunia ini bisa memenuhi harapan kita. Istrik cantik dan populer, rumah mewah dan megah, mobil mewah dan bejibun, motor memenuhi garasi, HP memenuhi seluruh kantong dengan pulsa yang tiada habisnya, semua itu sebagian harapan yang bisa diperinci lagi akan muncul berbagai jenis harapan tambahan. Misal untuk urusan Hp, yang semula cukup Blackberry, tapi setelah muncul Iphone, Komputer Tablet, selerapun berubah timbul harapan untuk meninggalkan BB, begitu seterusnya. Soal motor pun sama, harapan kita pun ingin mengikuti trend dan mode. Sebelumnya mungkin kita telah berpuas dengan gaya bebek, tapi setelah muncul matic tanpa dikomando kita pun beralih ke motor jenis tersebut sebagai bentuk harapan baru dari hati kita agar tidak disebut ketinggalan zaman. 

Demikian pula soal pekerjaan, harapan kita terus berubah misal dalam urusan gaji. Harapan demi harapan, kadang berubah jadi harapan tinggal harapan...yaitu ketika apa yang kita harapan tidak terwujud. Segudang kecewa, marah, dendam, dengki tanpa diundang akan segera menyelimuti seluruh ruang hati. Kala itu, sering kita melihat dunia seperti tidak adil, tidak bersahabat...atau tidak merestui hidup kita di dunia ini....atau dengan kalimat lain, roda dunia tidak berputar, nasib lagi sial, ..dan seabrek kalimat lain yang menggambarkan kekecewaan kita.. Yah, berharap itu wajar, bahkan termasuk dianjurkan. 

Namun, untuk membedakan dengan makhluk lainnya, manusia harus meletakan harapan dalam pandangan akal yang jernih. Hal ini penting agar harapan yang disusun tidak dalam posisi, sehingga hanya akan menyia-nyiakan hidup kita. Mengapa? Karena harapan kita pasti selalu besar, pasti selalu istimewa, atau slalu luar biasa ukurannya... Salah satu hal yang harus kita sadari bahwa dunia ini bukanlah sesuatu yang luar biasa, bukan lah barang yang istimewa. Rasulullah berkata, bahwa nilai dunia ini tidaklah melebihi seekor lalat. Artinya segala kenikmatan, segala kepuasan yang ada didunia ini nilainya sangat rendah, kualitasnya tidak istimewa, lalu apa apa yang istimewa? Dialah kehidupan akhirat. Suka atau suka, diakui atau tidak, Allah telah memastikan dalam firman-Nya bahwa akhirat itu nyata adanya. Ia bukanlah imajinasi kosong, apalagi tipuan kamera karena yang menipu itu sesungguhnya justru dunia ini. 

Maka Luruskanlah harapan kita, jika kita mau jujur pasti susunan harapan kita dipenuhi oleh unsur duniawi sebagai bentuk ketertipuan kita atas rayuan dunia, karena kita merasa bahwa hidup yang nyata adalah hidup yang sekarang, bukan nanti...inilah realitas yang sering tidak kita sadari. Andai diumpamakan kita adalah orang yang sedang mencari sebuah rumah kontrakan, dengan bekal uang Rp. 1 juta, manakah yang kita pilih anda kita telah menemukan dua rumah kontrakan dengan ketentuan, yang pertama: dengan uang Rp. 1 juta yang kita miliki kita diberi ijin tinggal satu tahun lamanya. 

Sedang yang kedua: dengan uang Rp. 1 juta kita diberi ijin tinggal selama-lamanya syaratnya kita harus bersabar karena rumah kontrakan tersebut baru boleh ditempati setelah lima tahun lagi. Padahal kita sangat membutuhkan rumah kontrakan tersebut, mana yang kita pilih?? Jika kita mengaku punya ego, yang selalu berharap agar setiap harapan terwujud, kita pasti akan memilih yang kedua, mengapa? Sebab dengan modal yang sama kita diberi hak tinggal selama2nya...syaratnya kita harus ekstra sabar, menahan ambisi untuk segera menempati rumah yang ijin tinggalnya sangat sementara yaitu dunia ini... 

Sebelum semua terlambat, segera revisi dan luruskan arah harapan hidup kita. Jika kita selalu menumpuk harap pada kehidupan dunia ini, sudah pasti kita akan terseret dalam lubang kecewa. Iman adalah harapan, dan imanlah yang mengarahkan kita agar berharap lebih besar terhadap kehidupan akhirat.....so, perbanyaklah berbuat baik yang meskipun sederhana dan sepele tapi kita istiqomah di atasnya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar