Tak lama ayah segera menghampiri
dan menenangkan kita. Sambil mengobati luka, ia berkata kepada kita”..Selamat ya Nak, sesungguhnya kamu telah
berhasil menaiki sepeda, sebagaimana kamu berhasil jatuh darinya”. “Insya Allah
besok kamu bisa mengayuh dan menyetir sendiri tanpa dibantu ayah, percayalah!!”.
Sejenak kata-kata itu begitu memikat. Hati kita pun terbesarkan olehnya meski sesungguhnya
kita trauma dan tersimpan rasa takut di hati.
Esoknya, tanpa ditemani Ayah, kita
mencoba menaiki sepeda. Satu, dua tiga..dah ahhh baru lima meter roda berjalan, kita terjatuh. Dicoba lagi jatuh lagi bahkan kaki terasa
sakit karena ada yang terkilir. Hari itu anda katakan hari terburuk yang takkan
terlupakan. Anda merasa seperti telah dibohongi oleh Ayah. Namun setelah anda
ingat-ingat lagi nasehatnya, “insyaAlloh
besok kamu bisa!!”, andapun mulai sadar berarti besok akan bisa, meski
sekarang belum bisa.
Benar, keesokan harinya anda coba
lagi menaiki sepeda. Tak disangka anda kini mulai bisa mengendalikan
keseimbangan sehingga ketika hampir jatuh anda segera turun darinya. Anda coba
lagi dan lagi sampai akhirnya anda mulai bisa mengendalikan keseimbangan dan
dari jarak yang awalnya pendek, kini sudah bisa mengayuh roda untuk jarak lebih
jauh. Tanpa terasa, sudah dua minggu lebih anda belajar menaiki sepeda dan kini
sudah ratusan meter anda bisa kayuh tanpa terjatuh.
Kisah ini memberi pelajaran,
bahwa untuk menguasai satu kesuksesan tiada jalan kecuali harus berani
meneruskan sebuah proses. Meskipun dalam kondisi tersebut dipenuhi tubuh anda
terlumuri keringat dan terbebani rasa capek, hati terselimuti sedih dan kecewa,
pikiran terteror oleh yang namanya ragu, masa bodoh,kebingunan,
ketidakmengertian dan lain sebagainya.
Kesabaran dan kegigihan inilah
yang telah menjadikan Thomas A Edison, Albert Enstein, BJ Habibie dan lain
sebagainya menjadi tokoh berpengaruh dunia. Mereka rela menukarkan kegagalan
berpuluh-puluh bahkan beribu-ribu kali dengan optimisme bahwa besok akan lebih
baik.Itulah yang menjadi penggembira hati mereka tatkala apa yang diingininya
belum tercapai hari itu. Mereka berkeyakinan meneruskan perjuangan pada esok
hari lebih penting.
Itu pula yang menjadi prinsip
keteguhan para Nabi dalam mendakwahkan kalimat-kalimat Allah. Sebagaimana yang
dicontohkan Nabi Nuh yang puluhan tahun berdakwah hanya memperoleh pengikut tak
lebih dari hitungan jari. Atau Nabi Isa yang
hanya mempunyai pengikut 12 orang. Atau Nabi Muhammad yang harus bersabar
ketika dilempari batu, kotoran manusia, bahkan diancam bunuh ketika mendakwahkan
Islam.
Para Nabi-Nabi itu percaya bahwa
esok akan lebih baik. Maka kegagalan hari ini, entah itu penghinaan orang,
kebangkrutan usaha, kerugian materi, pengkhianatan teman, dimusuhi ribuan orang
bahkan mungkin dianggap gila, haruslah disikapi dengan jiwa besar bahwa
kegagalan yang kita terus kita ulang dapat kita tukarkan dengan kesuksesan.
Jangan takut gagal, lihatlah hari
esok, maka berusahalah secara terus menerus tak kenal waktu. Meskipun orang lain,
bahkan dirimu sendiri mencibirmu. Biarkan kegagalan itu menjadi kumpulan kupon
yang setelah memeneuhi quota bisa kita tukarkan dengan kesuksesan. Semoga
berhasil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar